Beranda

Sabtu, 09 Juli 2011

Lomba Dunia Maya-Merah Jambu Jejaring Sosial

sumber gambar: replikakehidupan.blogspot.com

Fitrah hati adalah mencintai siapa yang menyenangkan hati

Sudah beberapa hari ini, hatiku tak karuan. Kadang merasakan kerinduan yang sangat dalam, tetapi di sisi lain rasa cemas akan kehilangan kian datang menerpa. Aku tak mengerti mengapa bisa sampai begitu. Sama seperti aku yang tak memahami mengapa bulan seolah terlihat lebih besar dikegelapan malam akhir-akhir ini. Entahlah, waktu pun terasa sangat lambat sehingga angin yang bergerak cepat pun laksana belaian lembut di rambut gimbalku.
Benar sekali! Hatiku sedang gundah gulana. Orang menyebutnya galau. Sebuah kondisi yang lebih sering membuat si pemiliknya lemah tak berdaya. Kini, aku sedang didera hal serupa. Menjadi lelaki tak berdaya akibat perasaan yang menggema di semenanjung jiwa. Inikah perasaan itu? Cinta orang bilang! Ah, aku tak tahu. Satu hal yang pasti! Kehadirannya beberapa waktu lalu telah sedikit banyak ‘merenggut’ sifat kelelakianku.
Dia adalah perempuan manis yang aku kenal. Kulitnya putih, wajahnya bersih. Dia adalah gadis menarik yang aku lihat waktu itu. Keanggunannya terlihat berbinar. Meski dia adalah adik kelasku semasa SMA, tetapi aku baru mengenal lebih dalam tentangnya selepas lulus. Dan interaksi kami melalui jejaring sosial bernama facebook-lah yang membuat kedekatanku dengannya kian merekah.
Aku tak mengingat pastinya, kapan dan tanggal berapa aku mulai berhubungan dengannya lewat dunia maya. Tetapi, hari itulah, hari yang membuatku kini tenggelam dalam perasaan indah tak terkata.
*****
Hari itu senja datang menerpa. Tidak biasanya, langit memburai senyum lewat awan jingga kala itu, cantik! Selepas kuliah aku sempatkan untuk berkunjung ke warnet dekat kosku hanya untuk sekadar berinteraksi dengan teman lewat situs jejaring sosial.
Sampai juga di warnet”, gumamku dalam hati.
Kubuka sepatu seraya melihat dinding-dinding warnet yang dihiasi cat merah di sana-sininya. Lalu dengan langkah agak terjuntai, aku buka pintu hitam yang sedari tadi menantang untuk kumasuki. Begitu masuk, lambat-laun mulai kulihat jaring-jaring dunia maya yang saling berpilin di atas para komputer yang bertengger di dalam sana. Luar biasa!
Ah, pintu hitam tadi bagai pembatas antara dunia nyata dan dunia maya saja”, pikirku.
Kuputuskan untuk duduk di pojokkan, karna memang hanya itu satu-satunya komputer yang belum terjamah. Mulai kutekan tombol “power” di pinggiran CPU, dan mulai terdengar ‘bahasa’ mesin yang menandakan komputer sedang berproses agar bisa digunakan. Tak lupa monitor pun kuhidupkan. Akhirnya komputer siap dioperasikan.
 Aku buka mozilla lalu kuketikan salah satu situs jejaring sosial yang sedang naik daunnya kala itu. Aku pun segera terhubung dengan situs yang bernuansakan biru di halamannya. Segera kutuliskan alamat email serta password sebagai syarat masuk untuk berinteraksi dengan teman di seluruh penjuru dunia.
Ah, ada permintaan pertemanan”, ucapku setelah mataku menangkap tombol merah di pojok beranda.
Kulihat list permintaan tersebut. Mataku tertuju pada satu nama.
Susan? Ehm.., ah ya ini kan adik kelasku waktu SMA” otakku mencoba mengingat.
Lalu, aku approve dia sebagai teman di facebook. Aku pun kembali berselancar di dunia maya. Sambil membuka facebook, kubuka email juga situs lainnya. Setelah menikmati fasilitas ini dan itu di internet, kuputuskan untuk menyudahinya. Satu jam bagiku telah cukup untuk memuaskan hasratku akan dunia maya. Setelah itu kuberanjak pulang.
Beberapa hari kemudian, ketika libur pekanan datang menyapa, aku kembali berselancar di dunia maya di tempat yang sama. Seperti biasa, kubuka situs jejaring sosial itu lagi. Ketika kupandang lekat-lekat, ternyata ada komentar di bagian dinding facebookku yang cukup menyita perhatianku.
Makasih Mas”, ujar sang gadis diakhiri sebuah gambar emoticon senyum. Seorang gadis yang baru saja masuk ke dalam list temanku beberapa waktu lalu. Ya, siapa lagi kalau bukan Susan.
Padahal hanya sebuah ucapan terima kasih karna telah menerima permintaan pertemannya, tetapi entah mengapa bibir mungilku mulai tersungging senyum dengan sendirinya. Ah, aneh! Tanpa berlama-lama mulai kumainkan tuts-tuts dihadapanku sembari senyum yang semakin mengembang,
Sama-sama San”, jawabku disertai sebuah emoticon yang tersenyum pula.
Hari-hari berikutnya, ketika aku kembali membuka jendela facebookku. Nama dia selalu muncul. Entah siapa yang memulai, tetapi semenjak itu kami lebih sering terlibat obrolan di dunia maya. Dari sekadar menanyakan kabar, hingga saling membercandai satu sama lain.
Hati-hati Dhan, nanti saling suka lho, hhehe..”, ucap seorang teman mengingatkan ketika aku berkisah tentang Susan.
Ah, aku hanya berteman koq sama dia” bantahku pada temanku.
Lagi pula, aku cukup mengerti koq bagaimana semestinya bersikap ketika dengan wanita”, lanjutku membela diri.
Memang, awalnya aku tak mengira bahwa sebuah perasaan bisa terjalin karna dunia maya. Akan tetapi setelah apa yang kulihat, banyak hubungan terjadi akibat dunia maya, terutama dari situs jejaring sosial seperti facebook.
Seperti seorang yang tiba-tiba menikah akibat berkenalan lewat facebook. Atau ketika seseorang lelaki menjalin kasih dengan wanita lain karna facebook. Mirisnya, ada juga yang rela melepas pernikahannya karna bertemu dengan mantan kekasihnya dahulu. Kata orang, cinta lama bersemi kembali. Ah, sungguh bodohnya aku andai hal tersebut terjadi padaku.
Namun kenyataannya, disadari atau tidak olehku, hubunganku dengan Susan ternyata mengarah pada hal yang selama ini aku tidak percayai. Bahwa sebuah perasaan suka, benci, cinta, bisa tercipta karna dunia maya.
Aku merasa dininabobokan oleh kondisi yang selama ini kuwanti-wanti agar aku tidak terjerumus di dalamnya.
Ah, peduli amat! Lihat nanti aja”, sebagian batinku bersuara.
Aku pun mulai lebih sering ngobrol dengannya lewat situs jejaring sosial tersebut. Benar kata orang, bahwa cinta itu bisa timbul karna terbiasa. Terbiasa bercengkrama, terbiasa berinteraksi, dan terbiasa membercandai. Dan itulah yang memang kualami, terbiasa ini dan itu.
Aku semakin sering memandang lamat-lamat wajahnya walau itu hanya lewat fotonya saja. Rasanya, walaupun wujud nyatanya berada jauh ratusan kilometer dariku, tetapi aku merasa dia selalu hadir di setiap pagi menyapaku lembut.
Wahai Tuhan, inikah cinta itu?
Ternyata, semakin sering aku berbicara dengannya, walau itu hanya melalui facebook malah membuatku hatiku semakin tercuri karnanya.
Ingat Dhan, jaga hati, jangan sampai terjerumus..”, temanku berusaha mengingatkan.
Namun, sekali lagi, kata-kata temanku itu kubuang jauh-jauh. Aku tak peduli. Rasanya semuanya menjadi halal dimataku ketika perasaan seperti itu hinggap di hatiku. Malah aku semakin bersemangat untuk mendapatkannya.
Mulai semakin penasaran aku dengannya. Kucoba mencari nomor kontaknya supaya hubunganku dengannya lebih dekat.
Dapat!” teriakku ketika kudapati nomornya terpampang jelas di facebooknya.
Awalnya aku agak ragu, apa aku mesti menghubunginya atau tidak. Bukan hanya karna teman-temanku selalu mengingatkanku untuk berhati-hati terhadap hubungan semacam ini, akan tetapi lebih kepada prinsip yang selama ini kuyakini, bahwa hubungan itu lebih baik dilakukan ketika tujuannya menikah.
Kepalang tanggung Dhan! Teruskan saja”, setan dalam diriku mencoba membujukku.
Ya! Kuputuskan untuk melanjutkan saja. Sekali waktu, kucoba mengiriminya sebuah sms,
Assalaamu’alaykum, Susan ya?
Wass, iya, siapa ya?” jawabnya.
Aku Ramdhan, ingatkah?” balasku padanya diakhiri sebuah emoticon senyum.
Tak berselang berapa menit, tiba-tiba handphoneku berbunyi. Ternyata sms dari dia. Lalu, mulai kubaca satu persatu untaian kata yang tersurat olehnya,
Oh Mas Ramdhan, inget atuh, masa lupa, hhehe..
Luar biasa! Walau hanya balasan seperti itu, rasanya bagai untaian kata dalam surat cinta yang datang satu tahun sekali buatku. Senangnya! Semenjak itu aku sering melayangkan sms padanya.
Ya, Tuhan, rasanya aku benar-benar jatuh hati padanya. Tetapi uniknya kalau aku ditanya apa alasan aku jatuh hati padanya, aku pun bingung untuk menjawabnya. Karna dia cantik? Ah bukan juga. Karna dia adik kelasku? Bukan juga.
Memang benar, bukan cinta jika ia timbul karna alasan. Bukan cinta jika ia datang dengan mengucapkan kata permisi. Segalanya serba dadakan dan rahasia, itulah cinta! Cinta memang tidak logis, tetapi karnanya semua tampak masuk akal.
Akupun semakin larut dalam virus merah jambu ini. Benar-benar ia telah menggerogoti lekuk-lekuk hatiku sedemikian parah.
Bagaimana dengannya?
Samakah perasaannya dengan yang kurasai di dalam hati?” tanyaku pada diriku sendiri.
Aku tak mau menduga-duganya lebih jauh, apakah dia suka aku atau tidak. Biarlah semuanya mengalir seperti air. Yang terpenting adalah membuat segalanya berjalan sesuai rencana dengan tujuan akhir saling menyukai.
Sekali waktu aku tidak melayangkan sms padanya. Tak disangka-sangka, dia tiba-tiba mengirimkan sms yang bertanya tentang kabarku. Tentu aku pun sangat senang dibuatnya. Kubalas dengan segera. Setelah itu kamipun akhirnya bersmsan.
Karna intensnya interaksiku lewat dunia maya dengannya, dan diperkuat dengan sms-sms yang sering berlalu-lalang masuk ke handphoneku itulah, aku semakin yakin, bahwa sinyal hatiku dengan hatinya sudah hampir sama, positif!
Untuk itu sekali waktu, lewat sms, aku memberanikan diri untuk menanyakan hal yang selama ini mengganjal hatiku,
Ehm, San, boleh bertanya sesuatukah?
Iya Mas, apa? Kayaknya penting banget?” balasnya penasaran.
Sebelumnya, Susan sudah tahu kan perasaanku ke Susan seperti apa?” tanyaku lagi.
Beberapa saat kemudian Susan membalas,
Perasaan Mas? Ya, setau Susan sich, Mas perhatian sama Susan, hhehe ..
Hhehe.. Aku suka sama Susan sebenarnya”, ujarku tanpa panjang lebar.
Susan suka jugakah sama aku?” tanyaku buru-buru.
Satu menit, dua menit, kutunggu tak ada balasan. Aku khawatir dia malah marah aku telah mengungkapkan apa yang selama ini telah memporak-porandakan hatiku. Tetapi tiba-tiba, handphoneku bergetar. Sms masuk! Mulai kubaca isi sms tersebut yang tidak lain dari sang bidadari.
Ehm, jujur Mas, sebenarnya.., tapi Mas jangan marah ya?
Iya”, balasku cepat karna penasaran.
Handphoneku bergetar kembali. Dengan cepat kuraih sambil kupijit tombol “yes” untuk membaca sms masuk.
Susan juga suka sama Mas, hhehe”, jawabnya disertai senyum diujungnya.
Ya Rabb, ternyata selama ini perasaanku dengannya sama. Ah, kenapa aku tidak bertanya dari dulu. Kenapa aku tunda-tunda dan baru sekarang aku tanyakan. Tidak penting! Yang terpenting aku sudah tahu bahwa perasaannya serupa denganku.
Jujur, mulanya aku tak mengira, bahwa pertemuanku dengannya di dunia maya mampu membuat hatiku dengannya terpaut walau jarak kami dipisahkan dua kota, Bandung dan Jakarta. Tetapi ternyata tak ada yang tak mungkin bagi-Nya. Tangan Tuhanlah yang bekerja untuk menghantarkan ‘perasaan’ itu jauh menyusup ke dalam relung-relung hati meski jarak ratusan kilometer menjadi pembatas di antara kami.
Semenjak itu, hari-hariku seperti penuh dengan pelangi. Setiap hari kami berbincang baik lewat dunia maya ataupun sms. Memang, kami belum pernah bertemu secara langsung kecuali dulu ketika masih SMA. Tetapi tidak masalah. Toh perasaan yang terjalin di dunia maya pun mampu merekatkan kami yang jauh.
Setiap hari, melalui sms yang kutulis dengan jemari lentikku, aku akan menanyakan kabarnya, atau sekadar mengirimkan untaian kata sebagai bentuk perhatian kepadanya,
Jangan lupa makan ya”, atau
Jaga kesehatan ya
Kalimat-kalimat semacam itulah yang sering terlontar dariku untuknya. Tetapi, bukan berarti kami tidak pernah bertengkar. Pernah sekali waktu aku tak mengirimkan sms padanya. Tanpa alasan yang jelas dia marah sejadi-jadinya. Lucu memang! Tetapi tak apalah, itulah yang membuat hubunganku dengannya memiliki arti.
Waktupun bergulir.
Tiba-tiba, aku merasa hubunganku dengannya mulai tidak wajar. Kami semakin menjadi seperti sepasang kekasih atau bahkan mungkin suami-istri. Banyak kata-kata yang semestinya terlontar untuk istriku nanti, keluar begitu saja untuknya. Sayanglah, cintalah, rindulah, dan segala tektek-bengek yang berkaitan dengan itu.
Padahal, semenjak aku mengutarakan rasaku padanya, aku tak pernah memintanya untuk menjadi kekasih. Karna aku tak mau begitu. Kata orang, hubungan semacam ini disebut HTS atau Hubungan Tanpa Status. Apapun namanya, hubungan ini telah membangunkan sisi baikku kembali.
Kamu seharusnya ga terjerumus kearah yang begini Dhan” sebagian hatiku mencoba mengingatkan.
Mana prinsip-prinsip baik yang selama ini kamu pegang Dhan, mana!? Dasar munafik!” hatiku yang lain ikut menimpali.
Ah, ternyata aku salah. Selama ini aku telah mengikuti hawa nafsu semata dan membiarkan kebaikan hati yang kumiliki pudar begitu saja. Benar kata temanku, bahwa perhatian kita pada seseorang terkadang membunuh perhatian kita pada yang lain. Ya, dan satu hal terpenting yang sudah lama tak kuperhatikan adalah hatiku!
Aku telah membiarkan hatiku kotor karna perasaan-perasaan semacam ini. Perasaan yang sebenarnya akan menjadi halal ketika aku mengikatnya dalam altar pernikahan. Tapi kenyataannya? Aku mengikat perasaan ini dalam hubungan tidak jelas, hubungan yang bukan semestinya.
Ya Rabb, maafkan aku.
Aku teringat akan sebuah puisi dari Mbak Asa, seorang temanku yang kukenal dari facebook, dia berkata;

Ini dunia maya,
jangan mudah jatuh cinta.
Hanya karena rayuan semata,
atau indahnya rajutan kata.

Ini dunia maya,
bodohnya bila kita terlena.
Pada indahnya rupa,
atau indahnya tutur kata.

Kau belum mengenalku,
adalah dusta bila kau bilang cinta.
Simpan saja semua rindu,
untuk dia yang nyata hadir menyapa.

Bait-bait puisi ini sedikit banyak menyadarkanku, betapa sebuah perasaan jangan mudah diumbar begitu saja. Apalagi pada orang yang belum jelas kehalalannya untuk kita. Sudah kuputuskan! Aku akan mengakhiri hubungan tak jelas ini dengan Susan.
Hingga suatu malam, aku mencoba melayangkan sebuah sms untuknya,
San, maaf ganggu. Ada yang mau kubicarakan, boleh?
Iya Mas, apa ya? Kangen ya sama Susan, hhehe..” balasnya genit.
Biasanya, aku akan meladeni kegenitan itu dengan kegenitan pula. Tetapi kali ini, tidak! Dengan cepat aku mengutarakan maksudku untuk mengakhiri hubungan tidak jelas ini,
Ehm, maaf sebelumnya. Tetapi aku rasa hubungan kita mesti kita akhiri San.
Aku mencoba menghela nafas, dan kulanjutkan kembali smsku langsung 2-3 sms,
Aku memang menyukaimu, tetapi hubungan kita sudah tidak benar. Sudah banyak rambu-rambu agama yang kita terobos begitu saja. Dari saling bilang sayang, dari saling memperhatikan, dan banyak hal lainnya. Memang, itu hanya di sms San, dan kita tidak pernah melakukannya di dunia nyata. Akan tetapi, bukankah hal-hal semacam itu merupakan hak pasangan kita kelak, siapapun dia?
Susan hanya terdiam di seberang sana. Tiba-tiba, setelah 5 menit menunggu, dia membalas smsku,
Iya, Mas. Susanlah yang semestinya minta maaf. Karna Susan, Mas yang mestinya bisa menjaga, jadi terjerumus. Maafkan Susan ya Mas.” Ia mengakhiri smsnya dengan sebuah emoticon. Namun, yang membedakan adalah, kali ini dia melukiskannya dengan terbalik, sebuah gambar yang kulihat sebagai bentuk kesedihannya.
Kita berdualah yang salah, semestinya kita bisa lebih menjaga hati kita masing-masing agar tidak mudah terkotori. Jadi, salaing memaafkan saja ya?” balasku untuknya.
Iya Mas, makasih ya.” Jawab Susan kali ini singkat.
Dan aku tak mau memperpanjangnya lagi. Khawatir akan semakin berat untuk terlepas dari kondisi yang selama ini membuat hatiku ‘nyaman’. Meski begitu, kami sepakat untuk tetap bersilaturahim, walau kenyataannya semenjak kejadian itu, aku sudah sangat jarang melayangkan smsku padanya, begitu pula dia.
Ternyata cinta dunia maya untuk sekadar hubungan yang tak jelas, memang tidak pantas untukku, dan mungkin tidak pantas juga buat Susan. Aku teringat perkataan kakak pertamaku,
Jika kita (lelaki) tidak memiliki kesungguhan untuk menikahi seorang wanita, maka jangan bermain-main dengan sebuah hubungan
Lambat-laun, kucoba untuk mematri kata-kata tersebut di dalam dada lekat-lekat, dan menjadikannya kata penyemangat untuk terus memperbaiki diri agar nanti ketika pernikahan itu datang menyapa dalam kehidupanku, akan semakin terasa nikmat. Semoga Allah meridhaiku seterusnya.

Jakarta,
dua tahun silam.
_Ramdhani_

Sabtu, 11 Juni 2011

Siapa Jodoh Saya? Asmirandah?

sumber foto: syamsuri12.blogspot.com

... Orang yang salah memaksamu memilih tapi tidak memberikan pilihan. Namun, orang yang tepat membiarkanmu memilih sekalipun ia bukan pilihan ...

“Saya nikahkan engkau, Mas Mochammad Ramdhani bin Mas Mochamad Sulchi, dengan putri saya, Asmirandah Zantman binti M. Tarmidzi Zantman dengan mas kawin seperangkat alat sholat, uang tunai sejumlah Rp999.999 dan satu botol sunligh* dibayar tunai”, Ujar Ayah Andah (panggilan akrab Asmirandah) dengan wajah hangat menyalami tangan saya. 

“Saya terima nikahnya, Asmirandah Zantman binti M. Tarmidzi Zantman dengan mas kawin tersebut tunai.” Ucap saya gemetar tetapi tak gentar.

“Duh, akhirnya Andah, resmi menjadi milik saya”, lirih bibir mungil saya.

          Dan saatnya malam perta..... Plak! Sebuah tamparan keras mendarat di pipi saya, membuat saya terbangun dalam lamunan panjang bersama Asmirandah (Coba Asmirandah jodoh saya *Aih-aih ngarep, hha..). Ah, jodoh! Buat saya dan teman-teman saya, problematika jodoh ini selalu menjadi perbincangan menarik tiada henti, yang terkadang membuat imajinasi-imajinasi ‘liar’ tentang seperti apakah jodoh saya dan teman-teman saya nanti. Cantikkah? Shalehahkah? Suka nasi udukkah? Bermata birukah? Atau jangan-jangan ga ada yang mau sama saya? Ah, tidak mungkin! Hhahaha, becanda.. :-P

          Ehm, jodoh! Sadarilah, bahwa jodoh adalah satu dari tiga ketentuanya selain kematian dan masalah rizki. Sebuah ketentuan yang memberi peluang ikhtiar kepada kita sebagai manusia untuk menggapai sebuah hasil. Tahukah? Menurut KBBI jodoh itu orang yang cocok menjadi suami atau istri, pasangan hidup, sesuatu yang cocok sehingga menjadi sepasang atau pasangan. Jadi jika saya merasa Asmirandah cocok buat jadi istri saya dan si dia pun merasa akan sangat menderita jika tidak bersuamikan saya, maka itu dapat dikatakan jodoh menurut pandangan kita manusia :)

Seperti halnya rizki yang harus kita cari di siang hari atau malam hari, dengan sepenuh jiwa melalui tetesan keringat juga doa. Begitu pula jodoh, Allah menghendaki kita agar berusaha mencari dan menemukan jodoh terbaik kita masing-masing.

          Ketahuilah, jodoh dapat dikatakan sebagai ketentuan yang berkaitan dengan usaha kita sebagai manusia. Sehingga kaidah dalam menemukan jodoh adalah usaha secara benar dan menyerahkan hasilnya pada Allah, dan ternyata usaha inilah yang Allai nilai. Sehingga katakanlah, saya sedang mencari jodoh, maka seperti apa usaha saya, baik atau tidak? Itulah yang Allah lihat. Ketika saya beranjak ke majlis-majlis ilmu, maka bisa jadi kemungkinan besar saya akan mendapatkan jodoh yang serupa , kan yah? Beda dengan ketika saya rajin mendatangi tempat-tempat dengan lampu kerlap-kerlip berputar serta minuman alkohol yang bertengger di pojokan lemari (baca; diskotik), atau ke ranah di mana ‘wanita berbaju tapi tak berbaju’ maka kemungkinan besar saya akan mendapatkan jodoh tidak jauh dari yang menyenangi hal-hal tersebut, gitu kan? Itulah sunnatullah, ketentuan...

Jodoh adalah takdir atau ketentuan yang sekaligus berkaitan dengan peran Allah dan ikhtiar manusia

          Bagaimana dengan hasil? Tentang hasil kita harus paham bahwa itu haknya Allah. Sebagai contoh, ketika saya ujian. Maka saya akan berusaha semampu saya di ujian tersebut, tetapi yang berhak memberi nilai kan dosen atau guru saya, bukan saya, ya kan? So, yang berhak menilai usaha kita dalam pencarian jodoh, serta yang berkehendak mengaprove request list jodoh kita, Allah kan? Bisa saja Allah menyetujui, bisa juga Allah meremove, suka-suka Allah kan? Dengan demikian hasil dari peluh keringat yang tercecer dalam ‘pencarian jodoh’ itu akan kita pandang sebagai “yang terbaik”. Hati dan jiwa kita pun akan ikhlas menerima. Sehingga tidak ada istilah kecewa, sakit hati, patah hati, atau gundah gulana karna galau yang berkepanjangan.

          Lalu siapa jodoh saya? Ehm, sukar sekali menebak siapa jodoh saya ketika saya tidak mengenal diri saya sendiri. Apakah saya lelaki shaleh? Atau jangan-jangan penjahat wanita? Oleh karena itu orang yang sudah mengenal siapa dirinya akan mudah untuk menemukan jodohnya. Jadi, ikhtiar yang harus kita lakukan pertama kali agar mendapatkan jodoh terbaik adalah memperbaiki diri, begitu kan?

Wanita-wanita yang keji adalah untuk laki-laki yang keji dan laki-laki yang keji adalah untuk wanita-wanita yang keji (pula), dan wanita-wanita yang baik untuk laki-laki yang baik dan laki-laki yang baik juga diperuntukkan bagi wanita-wanita yang baik…” (QS. An-Nur: 26).

          Dan perlu kita sadari, bahwa ketentuan Allah bekerja dengan cara-cara yang terkadang tidak kita duga. Tidaklah sulit bagi Allah untuk menjadikan saya berpasangan dengan wanita yang baru saya senyumi di jalan atau mungkin di angkot (ciee cinta di angkot, hhaha..). Karna saya tidak akan pernah tahu siapa jodoh istimewa yang Allah siapkan buat saya, kan?. Jadi tidak masalah kan yah siapa jodoh saya kelak? Mau Asmirandah, Arumi, Nabila Syaqib, saya ridha, hhaha :D

          Ah, iya! Yang menjadi masalah kan adalah penerimaan jiwa kita terhadap jodoh yang kita dapat nanti, kan? Mungkin saja jodoh yang kita dapat nanti memiliki sosok rupa yang tidak sesuai harapan kita, atau mungkin bukanlah yang kita idam-idamkan. Nah, apakah kita menerima ‘pemberian’ Allah itu dengan ikhlas, rasa syukur, dan berprasangka baik, bagaimanapun jodoh kita kelak? Atau menggerutu, menyalahkan Allah, mengingkari bahwa jodoh kita itu salah alamat? Bayangkanlah bahwa ternyata dia adalah sosok manusia terbaik yang Allah anugerahkan kepada kita :)

          Namun, bukan berarti kita tidak boleh menikahi wanita yang kita cintai, oh tidak, itu sah-sah saja tetapi sadarilah, jika telah mampu dan siap maka nikahilah wanita yang dicintai tetapi jika belum mampu dan siap maka serahkanlah pada Allah agar tak salah dalam melangkah, gitu kan? Kata Kakak saya, ”Jika kamu tidak berniat menikahi seseorang maka jangan main-main dengan hubungan”. Persiapkan diri untuk menjemput jodoh yang baik. Dengan kata Ali, jadilah ALI JIKA INGIN MENDAPATKAN FATIMAH J

Saya mendapat pesan dari seorang teman:
Diam! Bila belum siap melangkah lebih jauh dengan seseorang cukup cintai ia dalam diam, karna diammu adalah salah satu bukti cintamu padanya. Kau ingin memuliakan dia dengan tidak mengajak menjalin hubungan yang terlarang, kau tak mau merusak kesucian dan penjagaan hatinya. Karna diammu bukti setiamu padanya. Karna mungkin saja dia telah Allah pilihkan untukmu. Dan jika memang cinta dalam diammu tidak memiliki kesempatan berbicara di dunia nyata maka biarkan ia tetap diam, karna Allah lebih tahu yang terbaik untukmu dan semoga rahmat Allah tercurah untukmu

Jumat, 10 Juni 2011

Saya Memang Cantik!

sumber gambar: tekinfom.wordpress.com
 
“... karna kecantikan itu (bukan) segalanya...”

      Ketika kau tercipta, haruslah istimewa. Kau dibuat dengan bahu yang kuat untuk memikul seisi dunia, tetapi cukup lembut untuk bersandar. Tak dielakkan lagi, Tuhan sungguh membuatmu dengan penuh cinta. Dibalutilah tubuhmu dengan kulit lembut, paras menawan, juga kehalusan rasa yang mampu membuat lawanmu lemah tak berdaya. Kau memang cantik! Dengan bibir tipis, serta senyum kecil mengusik jiwa, kau mampu mengoyak lelaki yang memiliki hati sekeras baja. Begitulah kau tercipta duhai wanita, cantik!

      Ehm, kecantikan! 
      Sebuah wujud diri yang bagi sebagian manusia dilukiskan sebagai sosok ideal. Sosok dengan wajah cerah tanpa noda, hidung mancung menjulang, balutan kulit putih bak salju, tubuh langsing semampai, juga rambut lurus tergerai. Sosok cantik yang identik dengan nuansa “tanpa cacat”. Bagi sebagian yang lain mungkin menganggap bahwa sebuah kecantikan tidak tertera pada alam ragawi melainkan pada sesuatu yang tidak kasat mata, dan hanya mampu diteropong oleh jiwa-jiwa yang memiliki nurani. 

      Dilematis memang! 
      Realitanya, banyak wanita menganggap cantik itu fisik! Seperti cantik itu mesti berkulit putih. Jika paradigma ini tertanam dan mendarah daging di setiap sendi-sendi kehidupan, lantas, bagaimana dengan para wanita yang terlahir dengan warna coklat, hitam, atau bahkan warna-warni?

      Sungguh, betapa kasihannya mereka yang terlahir dengan warna tak sesuai ‘permintaan’ pasar. Mungkin mereka akan berusaha mati-matian untuk menjadikan ‘cangkang’ luar mereka putih bak pualam. Sementara mereka harus melalui hari-hari yang penuh dengan sengatan matahari, lalu berapa banyak alat pemutih yang mesti mereka kenakan?

      Karna pandangan ini pula, sebagian wanita merasa tidak nyaman dan akhirnya melakukan ‘perbaikan-perbaikan’ (kalau tidak mau menyebutnya operasi plastik) semacam memanjangkan hidung, membelah atau melancipkan dagu, menipiskan bibir, dan memperindah anggota tubuh lainnya yang menurut mereka cenderung dipandang lebih bernilai oleh wanita maupun lelaki.

Sampaikan pada wanita jelita berkuku panjang,
sungguh aku sangat takut hingga nyaris lari terbirit-birit. 
Kita tahu cakar-cakar panjang hanya dimiliki binatang buas, tetapi sejak kapan kita melihat kijang-kijang cantik bercakar tajam?
...
Siapakah yang mengajari wanita bahwa kecantikannya,
tampak bila ia menyelisihi ciptaan aslinya? 
Sungguh kecantikan itu tergambar dari aslinya ... 
(Seorang pujangga)

      Ah, wanita! Bukan sepenuhnya kekeliruanmu jika jadi begini.
      Karna terkadang lingkungan dan kita para lelaki-lah yang lebih cenderung menghargai wanita dengan rupa yang aduhai ketimbang hati yang menawan. Sebagian lelaki mungkin bilang, 
Buat apa ngeliat wanita dari yang ga keliatan, lebih baik kan yang pasti-pasti aja, dari mukanya kek, dari rambutnya kek, kan jelas-jelas keliatan.

      Ah, dasar lelaki! (Untuk itu saya ga suka sama lelaki, hhe .. :))
      Saya tidak menafikan diri, bahwa kita-lah yang mungkin membuat kalian para wanita lebih menilai tinggi terhadap outer beauty dibandingkan inner beauty. Padahal, saya dan kalian juga sama-sama mengetahui, bahwa kecantikan luar mau dipermak seperti apapun, cepat atau lambat ia akan tergerus usia, tertelan masa, juga terputus oleh kematian. Ga akan dibawa ke liang kubur kan yah tuh kecantikan? :)

      Ehm, cantik!
      Buat saya cantik fisik itu semu, tidak abadi. Memang tidak bisa dipungkiri, saya cukup senang melihat wanita dengan wajah bak bidadari yang berlalu-lalang di alam raya, macam para artis atau bintang film. Rasanya akan sangat membahagiakan jika wajah-wajah itu mampu saya miliki, bebas dan tanpa batas. Kecantikan rupa yang mampu membuat mata saya seolah dimandikan oleh air surga.

      Namun nyatanya hati saya lebih nyaman, dan lebih bahagia jika melihat wanita dengan hati seputih salju, tak terlalu masalah wajah seperti apa, itu akan membuatnya teristimewa, bersinar bagai kunang-kunang di malam yang gelap. Lembut cahayanya tidak hanya mampu memanjakan mata tetapi juga menembus sukma, menyisiri jiwa, membuat decak kagum tiada tara. Apalagi jika sudah hatinya cantik ditambah dengan paras yang wuih indahnya, maka ia akan menjelma menjadi super kunang-kunang diantara kunang-kunang, hhe :)

“Yang cantik hati tak akan pamer kalau hatinya cantik, tetapi kalau cantik fisik, bagi sebagian wanita akan memiliki kecenderungan memamerkan kecantikan fisiknya tersebut” ujar salah seorang wanita.

      Tidak salah memang. Karna itulah fitrah wanita, ingin memamerkan segala kecantikan yang dimiliki (Saya pun demikian, sebagai seorang yang tampan, saya memiliki kecenderungan memamerkan ketampanan yang saya miliki, hhaha pitnah^^). Lalu, jika kecantikan itu tak dimiliki maka sebagian wanita pun cenderung untuk mencari kecantikan tersebut walau mungkin dengan jalan yang dinilai tidak sesuai dengan etika.

      Tetapi apa mesti begitu?
      Tidakkah lebih baik jika kita menerima dengan penuh rasa syukur kondisi fisik yang sudah Tuhan beri? Ehm, Alangkah indahnya jika kita mampu menunjukkan kelebihan yang ada pada diri kita sendiri, dari pada kita sibuk mencari dan menemukan hal-hal lain yang tidak sesuai dengan jati diri kita sendiri, begitu kan?

“Cantik itu tidak merepotkan orang lain” kata seorang putri.
“Cantik itu ia bisa mengontrol dirinya, dan mampu menempatkan mana yang baik dan buruk” ucap seorang bidadari.

      Rasanya hampir kebanyakan wanita sepakat, bahwa kecantikan sebenarnya adalah kecantikan yang sumbernya dari hati nurani. Bukan dari fisik yang cepat atau lambat akan layu. Cantik fisik hanya konsekuensi yang mungkin bisa kita terima dari sebuah perawatan diri.
      Apalagi jika kecantikan (baik fisik juga hati) itu dipadu dengan balutan kain yang mampu menutupi bagian-bagian yang semestinya tidak boleh terlihat, maka kecantikan itu akan terpancar, berbinar, dan semakin tenar. Indah bukan?
Untuk itu, yakinlah, walau tidak dengan mengotak-atik wajah serta bagian tubuh lainnya, kalian (wanita) tetap akan cantik (dengan segala karunia yang Allah beri) maka syukuri dan katakanlah,
“Saya memang cantik!” :)

“Allah tidak memandang rupamu, tidak juga memandang hartamu, tetapi Allah melihat hati dan amalan-amalanmu.” (HR. Muslim)