Beranda

Sabtu, 11 Juni 2011

Siapa Jodoh Saya? Asmirandah?

sumber foto: syamsuri12.blogspot.com

... Orang yang salah memaksamu memilih tapi tidak memberikan pilihan. Namun, orang yang tepat membiarkanmu memilih sekalipun ia bukan pilihan ...

“Saya nikahkan engkau, Mas Mochammad Ramdhani bin Mas Mochamad Sulchi, dengan putri saya, Asmirandah Zantman binti M. Tarmidzi Zantman dengan mas kawin seperangkat alat sholat, uang tunai sejumlah Rp999.999 dan satu botol sunligh* dibayar tunai”, Ujar Ayah Andah (panggilan akrab Asmirandah) dengan wajah hangat menyalami tangan saya. 

“Saya terima nikahnya, Asmirandah Zantman binti M. Tarmidzi Zantman dengan mas kawin tersebut tunai.” Ucap saya gemetar tetapi tak gentar.

“Duh, akhirnya Andah, resmi menjadi milik saya”, lirih bibir mungil saya.

          Dan saatnya malam perta..... Plak! Sebuah tamparan keras mendarat di pipi saya, membuat saya terbangun dalam lamunan panjang bersama Asmirandah (Coba Asmirandah jodoh saya *Aih-aih ngarep, hha..). Ah, jodoh! Buat saya dan teman-teman saya, problematika jodoh ini selalu menjadi perbincangan menarik tiada henti, yang terkadang membuat imajinasi-imajinasi ‘liar’ tentang seperti apakah jodoh saya dan teman-teman saya nanti. Cantikkah? Shalehahkah? Suka nasi udukkah? Bermata birukah? Atau jangan-jangan ga ada yang mau sama saya? Ah, tidak mungkin! Hhahaha, becanda.. :-P

          Ehm, jodoh! Sadarilah, bahwa jodoh adalah satu dari tiga ketentuanya selain kematian dan masalah rizki. Sebuah ketentuan yang memberi peluang ikhtiar kepada kita sebagai manusia untuk menggapai sebuah hasil. Tahukah? Menurut KBBI jodoh itu orang yang cocok menjadi suami atau istri, pasangan hidup, sesuatu yang cocok sehingga menjadi sepasang atau pasangan. Jadi jika saya merasa Asmirandah cocok buat jadi istri saya dan si dia pun merasa akan sangat menderita jika tidak bersuamikan saya, maka itu dapat dikatakan jodoh menurut pandangan kita manusia :)

Seperti halnya rizki yang harus kita cari di siang hari atau malam hari, dengan sepenuh jiwa melalui tetesan keringat juga doa. Begitu pula jodoh, Allah menghendaki kita agar berusaha mencari dan menemukan jodoh terbaik kita masing-masing.

          Ketahuilah, jodoh dapat dikatakan sebagai ketentuan yang berkaitan dengan usaha kita sebagai manusia. Sehingga kaidah dalam menemukan jodoh adalah usaha secara benar dan menyerahkan hasilnya pada Allah, dan ternyata usaha inilah yang Allai nilai. Sehingga katakanlah, saya sedang mencari jodoh, maka seperti apa usaha saya, baik atau tidak? Itulah yang Allah lihat. Ketika saya beranjak ke majlis-majlis ilmu, maka bisa jadi kemungkinan besar saya akan mendapatkan jodoh yang serupa , kan yah? Beda dengan ketika saya rajin mendatangi tempat-tempat dengan lampu kerlap-kerlip berputar serta minuman alkohol yang bertengger di pojokan lemari (baca; diskotik), atau ke ranah di mana ‘wanita berbaju tapi tak berbaju’ maka kemungkinan besar saya akan mendapatkan jodoh tidak jauh dari yang menyenangi hal-hal tersebut, gitu kan? Itulah sunnatullah, ketentuan...

Jodoh adalah takdir atau ketentuan yang sekaligus berkaitan dengan peran Allah dan ikhtiar manusia

          Bagaimana dengan hasil? Tentang hasil kita harus paham bahwa itu haknya Allah. Sebagai contoh, ketika saya ujian. Maka saya akan berusaha semampu saya di ujian tersebut, tetapi yang berhak memberi nilai kan dosen atau guru saya, bukan saya, ya kan? So, yang berhak menilai usaha kita dalam pencarian jodoh, serta yang berkehendak mengaprove request list jodoh kita, Allah kan? Bisa saja Allah menyetujui, bisa juga Allah meremove, suka-suka Allah kan? Dengan demikian hasil dari peluh keringat yang tercecer dalam ‘pencarian jodoh’ itu akan kita pandang sebagai “yang terbaik”. Hati dan jiwa kita pun akan ikhlas menerima. Sehingga tidak ada istilah kecewa, sakit hati, patah hati, atau gundah gulana karna galau yang berkepanjangan.

          Lalu siapa jodoh saya? Ehm, sukar sekali menebak siapa jodoh saya ketika saya tidak mengenal diri saya sendiri. Apakah saya lelaki shaleh? Atau jangan-jangan penjahat wanita? Oleh karena itu orang yang sudah mengenal siapa dirinya akan mudah untuk menemukan jodohnya. Jadi, ikhtiar yang harus kita lakukan pertama kali agar mendapatkan jodoh terbaik adalah memperbaiki diri, begitu kan?

Wanita-wanita yang keji adalah untuk laki-laki yang keji dan laki-laki yang keji adalah untuk wanita-wanita yang keji (pula), dan wanita-wanita yang baik untuk laki-laki yang baik dan laki-laki yang baik juga diperuntukkan bagi wanita-wanita yang baik…” (QS. An-Nur: 26).

          Dan perlu kita sadari, bahwa ketentuan Allah bekerja dengan cara-cara yang terkadang tidak kita duga. Tidaklah sulit bagi Allah untuk menjadikan saya berpasangan dengan wanita yang baru saya senyumi di jalan atau mungkin di angkot (ciee cinta di angkot, hhaha..). Karna saya tidak akan pernah tahu siapa jodoh istimewa yang Allah siapkan buat saya, kan?. Jadi tidak masalah kan yah siapa jodoh saya kelak? Mau Asmirandah, Arumi, Nabila Syaqib, saya ridha, hhaha :D

          Ah, iya! Yang menjadi masalah kan adalah penerimaan jiwa kita terhadap jodoh yang kita dapat nanti, kan? Mungkin saja jodoh yang kita dapat nanti memiliki sosok rupa yang tidak sesuai harapan kita, atau mungkin bukanlah yang kita idam-idamkan. Nah, apakah kita menerima ‘pemberian’ Allah itu dengan ikhlas, rasa syukur, dan berprasangka baik, bagaimanapun jodoh kita kelak? Atau menggerutu, menyalahkan Allah, mengingkari bahwa jodoh kita itu salah alamat? Bayangkanlah bahwa ternyata dia adalah sosok manusia terbaik yang Allah anugerahkan kepada kita :)

          Namun, bukan berarti kita tidak boleh menikahi wanita yang kita cintai, oh tidak, itu sah-sah saja tetapi sadarilah, jika telah mampu dan siap maka nikahilah wanita yang dicintai tetapi jika belum mampu dan siap maka serahkanlah pada Allah agar tak salah dalam melangkah, gitu kan? Kata Kakak saya, ”Jika kamu tidak berniat menikahi seseorang maka jangan main-main dengan hubungan”. Persiapkan diri untuk menjemput jodoh yang baik. Dengan kata Ali, jadilah ALI JIKA INGIN MENDAPATKAN FATIMAH J

Saya mendapat pesan dari seorang teman:
Diam! Bila belum siap melangkah lebih jauh dengan seseorang cukup cintai ia dalam diam, karna diammu adalah salah satu bukti cintamu padanya. Kau ingin memuliakan dia dengan tidak mengajak menjalin hubungan yang terlarang, kau tak mau merusak kesucian dan penjagaan hatinya. Karna diammu bukti setiamu padanya. Karna mungkin saja dia telah Allah pilihkan untukmu. Dan jika memang cinta dalam diammu tidak memiliki kesempatan berbicara di dunia nyata maka biarkan ia tetap diam, karna Allah lebih tahu yang terbaik untukmu dan semoga rahmat Allah tercurah untukmu

Jumat, 10 Juni 2011

Saya Memang Cantik!

sumber gambar: tekinfom.wordpress.com
 
“... karna kecantikan itu (bukan) segalanya...”

      Ketika kau tercipta, haruslah istimewa. Kau dibuat dengan bahu yang kuat untuk memikul seisi dunia, tetapi cukup lembut untuk bersandar. Tak dielakkan lagi, Tuhan sungguh membuatmu dengan penuh cinta. Dibalutilah tubuhmu dengan kulit lembut, paras menawan, juga kehalusan rasa yang mampu membuat lawanmu lemah tak berdaya. Kau memang cantik! Dengan bibir tipis, serta senyum kecil mengusik jiwa, kau mampu mengoyak lelaki yang memiliki hati sekeras baja. Begitulah kau tercipta duhai wanita, cantik!

      Ehm, kecantikan! 
      Sebuah wujud diri yang bagi sebagian manusia dilukiskan sebagai sosok ideal. Sosok dengan wajah cerah tanpa noda, hidung mancung menjulang, balutan kulit putih bak salju, tubuh langsing semampai, juga rambut lurus tergerai. Sosok cantik yang identik dengan nuansa “tanpa cacat”. Bagi sebagian yang lain mungkin menganggap bahwa sebuah kecantikan tidak tertera pada alam ragawi melainkan pada sesuatu yang tidak kasat mata, dan hanya mampu diteropong oleh jiwa-jiwa yang memiliki nurani. 

      Dilematis memang! 
      Realitanya, banyak wanita menganggap cantik itu fisik! Seperti cantik itu mesti berkulit putih. Jika paradigma ini tertanam dan mendarah daging di setiap sendi-sendi kehidupan, lantas, bagaimana dengan para wanita yang terlahir dengan warna coklat, hitam, atau bahkan warna-warni?

      Sungguh, betapa kasihannya mereka yang terlahir dengan warna tak sesuai ‘permintaan’ pasar. Mungkin mereka akan berusaha mati-matian untuk menjadikan ‘cangkang’ luar mereka putih bak pualam. Sementara mereka harus melalui hari-hari yang penuh dengan sengatan matahari, lalu berapa banyak alat pemutih yang mesti mereka kenakan?

      Karna pandangan ini pula, sebagian wanita merasa tidak nyaman dan akhirnya melakukan ‘perbaikan-perbaikan’ (kalau tidak mau menyebutnya operasi plastik) semacam memanjangkan hidung, membelah atau melancipkan dagu, menipiskan bibir, dan memperindah anggota tubuh lainnya yang menurut mereka cenderung dipandang lebih bernilai oleh wanita maupun lelaki.

Sampaikan pada wanita jelita berkuku panjang,
sungguh aku sangat takut hingga nyaris lari terbirit-birit. 
Kita tahu cakar-cakar panjang hanya dimiliki binatang buas, tetapi sejak kapan kita melihat kijang-kijang cantik bercakar tajam?
...
Siapakah yang mengajari wanita bahwa kecantikannya,
tampak bila ia menyelisihi ciptaan aslinya? 
Sungguh kecantikan itu tergambar dari aslinya ... 
(Seorang pujangga)

      Ah, wanita! Bukan sepenuhnya kekeliruanmu jika jadi begini.
      Karna terkadang lingkungan dan kita para lelaki-lah yang lebih cenderung menghargai wanita dengan rupa yang aduhai ketimbang hati yang menawan. Sebagian lelaki mungkin bilang, 
Buat apa ngeliat wanita dari yang ga keliatan, lebih baik kan yang pasti-pasti aja, dari mukanya kek, dari rambutnya kek, kan jelas-jelas keliatan.

      Ah, dasar lelaki! (Untuk itu saya ga suka sama lelaki, hhe .. :))
      Saya tidak menafikan diri, bahwa kita-lah yang mungkin membuat kalian para wanita lebih menilai tinggi terhadap outer beauty dibandingkan inner beauty. Padahal, saya dan kalian juga sama-sama mengetahui, bahwa kecantikan luar mau dipermak seperti apapun, cepat atau lambat ia akan tergerus usia, tertelan masa, juga terputus oleh kematian. Ga akan dibawa ke liang kubur kan yah tuh kecantikan? :)

      Ehm, cantik!
      Buat saya cantik fisik itu semu, tidak abadi. Memang tidak bisa dipungkiri, saya cukup senang melihat wanita dengan wajah bak bidadari yang berlalu-lalang di alam raya, macam para artis atau bintang film. Rasanya akan sangat membahagiakan jika wajah-wajah itu mampu saya miliki, bebas dan tanpa batas. Kecantikan rupa yang mampu membuat mata saya seolah dimandikan oleh air surga.

      Namun nyatanya hati saya lebih nyaman, dan lebih bahagia jika melihat wanita dengan hati seputih salju, tak terlalu masalah wajah seperti apa, itu akan membuatnya teristimewa, bersinar bagai kunang-kunang di malam yang gelap. Lembut cahayanya tidak hanya mampu memanjakan mata tetapi juga menembus sukma, menyisiri jiwa, membuat decak kagum tiada tara. Apalagi jika sudah hatinya cantik ditambah dengan paras yang wuih indahnya, maka ia akan menjelma menjadi super kunang-kunang diantara kunang-kunang, hhe :)

“Yang cantik hati tak akan pamer kalau hatinya cantik, tetapi kalau cantik fisik, bagi sebagian wanita akan memiliki kecenderungan memamerkan kecantikan fisiknya tersebut” ujar salah seorang wanita.

      Tidak salah memang. Karna itulah fitrah wanita, ingin memamerkan segala kecantikan yang dimiliki (Saya pun demikian, sebagai seorang yang tampan, saya memiliki kecenderungan memamerkan ketampanan yang saya miliki, hhaha pitnah^^). Lalu, jika kecantikan itu tak dimiliki maka sebagian wanita pun cenderung untuk mencari kecantikan tersebut walau mungkin dengan jalan yang dinilai tidak sesuai dengan etika.

      Tetapi apa mesti begitu?
      Tidakkah lebih baik jika kita menerima dengan penuh rasa syukur kondisi fisik yang sudah Tuhan beri? Ehm, Alangkah indahnya jika kita mampu menunjukkan kelebihan yang ada pada diri kita sendiri, dari pada kita sibuk mencari dan menemukan hal-hal lain yang tidak sesuai dengan jati diri kita sendiri, begitu kan?

“Cantik itu tidak merepotkan orang lain” kata seorang putri.
“Cantik itu ia bisa mengontrol dirinya, dan mampu menempatkan mana yang baik dan buruk” ucap seorang bidadari.

      Rasanya hampir kebanyakan wanita sepakat, bahwa kecantikan sebenarnya adalah kecantikan yang sumbernya dari hati nurani. Bukan dari fisik yang cepat atau lambat akan layu. Cantik fisik hanya konsekuensi yang mungkin bisa kita terima dari sebuah perawatan diri.
      Apalagi jika kecantikan (baik fisik juga hati) itu dipadu dengan balutan kain yang mampu menutupi bagian-bagian yang semestinya tidak boleh terlihat, maka kecantikan itu akan terpancar, berbinar, dan semakin tenar. Indah bukan?
Untuk itu, yakinlah, walau tidak dengan mengotak-atik wajah serta bagian tubuh lainnya, kalian (wanita) tetap akan cantik (dengan segala karunia yang Allah beri) maka syukuri dan katakanlah,
“Saya memang cantik!” :)

“Allah tidak memandang rupamu, tidak juga memandang hartamu, tetapi Allah melihat hati dan amalan-amalanmu.” (HR. Muslim)